Hey, kita ini hanya dititipi, dan kapan saja dapat diminta-Nya kembali. Kita tak pernah benar-benar memiliki: pasangan hidup, anak-anak, bahkan diri kita sendiri. Kita ini cuma peminjam, yang sering masih merengek-rengek minta dipinjami yang lebih baik lagi. Ah, peminjam yang tak tahu diri.
http://www.fimadani.com/memangnya-siapa-kita/
Aku yang menggalau dibeberapa hari terakhir dibuat tersedak dengan kata-kata itu. Ah, aku meng terlalu banyak berharap tanpa mau memperbaiki diri agar pantas menjadi seseorang yang diharapkan. Pekerjaanku tiap hari hanyalah mengeluhkan apa yang telah menjadi ketetapan atasku. Tentang dia yang menjadi suamiku, tentang jalan hidupku yang sungguh aneh. Aku memang masih terlalu lalai untuk bersyukur. Mataku tertutup. Aku bahkan memejamkannya tanpa mau membukanya. Melirikkan sedikit mataku pun aku tidak mau. Bisa kau sebut aku bodoh mungkin.
Iman yang sedang turun memang kadang menimbulkan pesimistis yang sangat, membuat hati mengingkari sebanyak nikmat yang ada dihadapan. Ayolah bangkit! Bahkan hal ini tidak boleh menjatuhkan dirimu.
Minggu, Maret 04, 2012
Senin, September 13, 2010
Terhubung ke Langit
berdirimu di waktu malam, sujudmu yang dalam
mengokohkan hatimu melebihi gunung membiru
lalu kau terima beban untuk mencintai semesta;
membagi senyum ketika kau terluka
memberi minum ketika kau dahaga
menghibur jiwa-jiwa ketika kau berduka
*berada dalam posisi ini..sulit..tapi penuh makna...
Seharusnya..dia boleh beristirahat di malam hari. Siang demi siang terasa panjang, melelahkan, dan menyesakkan dada. Ke sana kemari dia susuri Makkah dari ujung lain ke ujung satu, berbisik dan berseru. Dia ajak orang satu demi satu, kabilah suku demi suku, untuk mengimani risalah yang diamanahkan kepadanya.
Dia terkadang terlihat di puncak bukit Shafa, membacakan ayat-ayat yang dibalas caci maki dan hinaan menjijikan dari pamannya sendiri.
Dia kadang harus pergi, dengan meningalkan suatu kaum dengan dilempari batu dan kotoran sambil diteriaki gila, dukun, penyihir, dan penyair ingusan.
Dia kadang sujud di depan Ka'bah, lalu seseorang akan menuangkan setimba isi perut unta ke kepalanya, atau menjeratkan selendang ke leher saat ruku'nya.
Dia terkadang harus menangis dan menggumamkan ketakberdayaan melihat sahabat-sahabatnya yang lemah dan terbudak disiksa di depan mata. Kejam dan keji.
Dia sangat lelah. Jiwa maupun raga. Dia sangat payah. Lahir maupun batin. Tenaganya terkuras. Luar maupun dalam. Tetapi sat Khadijah membentangkan selimut untuknya dan dia mulai terlelap dalam hangat, sebuah panggilan langit justru memaksanya terjaga.
"Hai orang yang berselimut. Bangunlah di malam hari kecuali sedikit. Separuhnya, atau kurangilah yang separuh itu sedikit. Atau tambahlah di atasnya, dan bacalah Al Qur'an dengan tartil" (Q.s. Al-Muzammil [73]: 1-4)
Untuk apa?
"Sesungguhnya Kami akan menurunkan kepadamu perkataan yang berat" (Q.s. Al-Muzammil [73]: 5)
Seberat apa?
"Kalau sekiranya Kami menurunka nAl Qur'an ini kepada sebuah gunun, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah berantakan disebabkan takut kepada Allah" (Q.s. Al-Hasyr [59]: 21)
Itu kalimat yang berat. Itu beban yang berat. Beban yang gunung-gunung tak sanggup menanggung. Beban yang dihindari oleh langit dan bumi. Dan Muhammad harus menerimanya. Dia harus menanggungnya. Maka hatinya harus lebih kokoh dari gunung. Maka jiwanya harus lebih perkasa dari bumi. Maka dadanya harus lebih lapang dari lautan. Karena itu dia harus bangun di waktu malam untuk menghubungkan diri dengan sumber kekuatan yang Maha Perkasa.
Maka Sang Nabi pun bangkit. Dia shalat.
"Shalat," kata Sayyid Quthb dalam Zhilal, "Adalah hubungan hubungan langsung antara manusia yang fana dengan kekuatan abadi. Ia adalah waktu yang telah dipilih untuk pertemuan setetes air yang terputus dengan sumber yang tak pernah kering. Ia adalah kunci perbendaharaan yang mencukupi, memuaskan, dan melimpah. Ia adalah pembebasan dari batas-batas realita bumi yang kecil menuju realita alam raya. Ia adalah angin, embun, dan awan di siang hari bolong nan terik. Ia adalah sentuhan yang lembut pada hati yang letih dan payah."
Maka Sang Nabi pun bangkit. Dia shalat.
Shalat itu kewajiban baginya.
Shalat itu menjaganya dari kemungkaran dan kekejian.
Dia ruku'.
Maha Agunglah Allah dan dia memuji Ilahi.
Lalu Allah mendengar orang-orang yang memujinya, dan menjawab derap-derap permohonan yang menggelora.
Dia sujud.
Maha Tinggilah Allah.
dan dia merasakan betapa dekatnya, betapa mesranya, betapa asyiknya bicara kepada Rabbnya dalam hening, mengadu, berkeluh, berkesah, tentang segalanya.
Tentang beratnya tugas, tentang lemahnya daya dan kekuatannya.
Lalu dia memohon kekuatan agar mampu mengemban amanah itu.
"Ya Rabbi," lirihnya, "KepadaMu kuadukan lemahnya dayaku, kurangnya siasatku, dan kehinaanku di hadapan manusia. Wahai Yang Paling Penyayang di antara para penyayang, Engkaulah Rabb orang-orang lemah. Engkaulah Rabbku...Aku berlindung dengan cahaya wajahMu yang menyinari segala kegelapan dan yang karenanya urusan dunia dan akhirat menjadi baik, agar Kau tak menurunkan murkaMu kepadaku... Tiada daya dan kekuatan kecuali dariMu."
Dalam Dekapan Ukhuwah _ Salim A. Fillah
(halaman 68-71)
Saat seperti aku membaca buku ini. Bagian ini.
Terdiam dan hati berkata...
Dia sudah lalui semua hal yang kau lalui, dan dia berhasil dengan apa yang diamanahkan kepadanya. Walau semua balasan menyakitkan pernah ia terima, ia tak pernah berhenti. Ia tetap kuat dan berdiri..Karena ia punya satu sandaran hati, sandaran yang abadi.
Malu... Itu satu yang kurasa...
Lelah sedikit, aku mengeluh. Seolah kelelahanku lebih dari yang ia rasa, padahal setitik pun tidak.
Sakit sedikit, aku berhenti. Seolah rasa sakitku lebih parah dari yang ia dapatkan, padahal sekalipun tidak.
Iri.. Itu juga aku rasa...
Hubungan yang sudah terhubung erat. Hubungan langit, aku menyebutnya.
Ia bisa sekuat itu. Sedang aku, untuk mengingatNya dalam setiap langkahku pun...aku masih lalai.
Iri dengan semua kebaikannya...
Iri dengan semua ketulusannya...
Aku ingin meneladaninya. Ibadahnya, semangatnya, bijaksananya, semuanya...
Entahlah..mengapa baru sekarang aku terserentak dengan ini..
Entahlah..mengapa baru sekarang kurasa rindu itu..
Aku benar-benar telah lalai..
Karenanya..
Mari kembali terjaga...
Ini saatnya..menjadi bagian dari dirinya. Turut ambil bagian dalam menyebarkan risalah yang diamanahkan padanya..
di jalan da'wah ini...
selalu bersama..dalam dekapan ukhuwah..
Tetang Sebuah Perkenalan
Hm..
Bismillah..
Berawal dari sebuah sapa, lalu senyuman, lalu??
"Salam kenal, nama saya ................... Siapa nama anda?" jabat tangan.
Di sanalah takdir menyapa. Bertemu orang baru, kawan baru, tandanya takdir baru siap bergulir.
Setiap orang yang pernah mampir dalam hari-hari kita, ia kan menjadi sebuah cerita. Ya..cerita..bagian dari cerita kita. Entah ia sebagai figuran, atau sebagai tokoh utama.
Tapi..siapapun dia, dan seberapa lamapun anda mengenalnya, (atau bahkan tak tahu namanya..) selalu ada manfaat yang bisa diambil. Selalu ada hikmah baru. Lihatlah lebih dekat. Cobalah lebih peduli. (Itu keinginan tiap orang..diperhatikan).
Jadi, jangan pernah remehkan pertenuan dan perkenalan anda dengan seseorang. Akan ada timbal balik dari apa yang kita lakukan. Dari sikap apa yang kita pilih. Selalulah waspada.
Hah, entahlah apa yang aku ocehkan di sini..
Sebenarnya..aku sedang mengalami suatu kekecewan.. Karenanya..kucurahkan ia disini..agar tak menjadi noda baru di hati yang sudah terlalu gelap. (hufh). Aku coba terus yakinkan diriku..dari kekecewaan ini, ada sesuatu yang baik yang bisa diambil. Ia pelajaran baru.
Jadi..sebelum ambil keputusan untuk terus memendam kekecewaan atau rasa benci yang mendalam pada seseorang, pikirkanlah lebih lanjut. Kau pub tidak ingin ada orang yang begitu sangat membencimu dan kecewa padamu. Kan? Posisikan dirimu ada pada dirinya..itu akan sangat membantu.
Orang lain bagaikan bayangan kita di dalam cermin.. Jika bayangan kita melakukan satu kesalahan. Kitalah yang harus pern\baiki kesalahn itu. Bukan malah memaksa bayangan kita untuk memperbaikinya.. Percalah..itu tak kan berhasil. Perbaiki diri yang sedang berkaca itu. Maka bayangan akan mengikuti..
Setuju?
Bismillah..
Berawal dari sebuah sapa, lalu senyuman, lalu??
"Salam kenal, nama saya ................... Siapa nama anda?" jabat tangan.
Di sanalah takdir menyapa. Bertemu orang baru, kawan baru, tandanya takdir baru siap bergulir.
Setiap orang yang pernah mampir dalam hari-hari kita, ia kan menjadi sebuah cerita. Ya..cerita..bagian dari cerita kita. Entah ia sebagai figuran, atau sebagai tokoh utama.
Tapi..siapapun dia, dan seberapa lamapun anda mengenalnya, (atau bahkan tak tahu namanya..) selalu ada manfaat yang bisa diambil. Selalu ada hikmah baru. Lihatlah lebih dekat. Cobalah lebih peduli. (Itu keinginan tiap orang..diperhatikan).
Jadi, jangan pernah remehkan pertenuan dan perkenalan anda dengan seseorang. Akan ada timbal balik dari apa yang kita lakukan. Dari sikap apa yang kita pilih. Selalulah waspada.
Hah, entahlah apa yang aku ocehkan di sini..
Sebenarnya..aku sedang mengalami suatu kekecewan.. Karenanya..kucurahkan ia disini..agar tak menjadi noda baru di hati yang sudah terlalu gelap. (hufh). Aku coba terus yakinkan diriku..dari kekecewaan ini, ada sesuatu yang baik yang bisa diambil. Ia pelajaran baru.
Jadi..sebelum ambil keputusan untuk terus memendam kekecewaan atau rasa benci yang mendalam pada seseorang, pikirkanlah lebih lanjut. Kau pub tidak ingin ada orang yang begitu sangat membencimu dan kecewa padamu. Kan? Posisikan dirimu ada pada dirinya..itu akan sangat membantu.
Orang lain bagaikan bayangan kita di dalam cermin.. Jika bayangan kita melakukan satu kesalahan. Kitalah yang harus pern\baiki kesalahn itu. Bukan malah memaksa bayangan kita untuk memperbaikinya.. Percalah..itu tak kan berhasil. Perbaiki diri yang sedang berkaca itu. Maka bayangan akan mengikuti..
Setuju?
Langganan:
Postingan (Atom)